Purnama di Koruki, Pegiat Budaya Kudus Ajak Lestarikan Budaya Kota Wali
Pegiat budaya asal Kudus Ahmad Zaini Ketua Kampung Budaya Piji Wetan dan Nur Wahid pemerhati perkembangan budaya di Demak yang juga Wakil Ketua DPRD Demak saat diskusi budaya di Komunitas Rumah Kita ( Koruki ) Demak yang mengambil tema “Pemajuan Kebudayaan Desa melalui Komunitas Budaya”, Sabtu (20/3/2021) malam.
DEMAK,BOLOMOE.com -- Komunitas Rumah
Kita ( Koruki ) Demak rutin menggelar acara yang diberi nama Purnama di Koruki.
Kali ini Koruki mengadakan diskusi budaya yang mengambil tema “Pemajuan Kebudayaan
Desa melalui Komunitas Budaya”, Sabtu (20/3/2021) malam.
Acara yang digelar dengan
menggandeng Forum Wartawan Online Demak (Forwonede) itu menghadirkan pegiat budaya
asal Kudus Ahmad Zaini Ketua Kampung Budaya Piji Wetan dan Nur Wahid pemerhati
perkembangan budaya di Demak yang juga Wakil Ketua DPRD Demak.
Dalam sambutannya, Wahib Ketua
Forwonede berharap kegiatan bersama antara Forwonede dengan Koruki dapat
bermanfaat dan bisa memberikan inspirasi bagi masyarakat yang peduli dengan
budaya desa.
“Kita prihatin karena
pernik kebudayaan desa makin menghilang tergerus zaman digital yang serba
instan dan aplikatif,” kata Wahib.
Kelestarian budaya desa,
sambung Wahib, harus kita jaga bersama
sama agar tidak punah. Salah satu caranya adalah komitmen bersama dalam menumbuhkan
semangat juang dalam nguri uri budaya kampung tersebut.
“Pemerintah daerah dan
dewan harus peduli juga dengan memberikan anggaran untuk kegiatan kebudayaan. ”
Tandas Wahib.
Diskusi budaya yang
dipandu oleh Wisnu pegiat seni Taman Budaya Raden Saleh (TBRS) Semarang itu
berlangsung secara gayeng. Suasana terasa cair dan mengalir diselingi
humor segar, sehingga diskusi di markas Koruki, Dukuh Gebyok Desa Karangsari Kecamatan Karangtengah
Demak itu memakan waktu hingga tengah malam.
Ahmad Zaini atau yang akrab
disapa Jesy Segitiga memaparkan bagaimana proses terbentuknya Kampung Budaya
Piji Wetan yang berada di wilayah Desa Lau Kecamatan Bae Kabupaten Kudus.
Jesy yang juga Wakil Ketua Lesbumi NU Kudus mengatakan
bahwa tak mudah untuk bisa mewujudkan mimpi menjadi kampung budaya yang solid.
Tetapi berkat kerja sama dan solidaritas warga yang memiliki visi sama maka
segala kendala bisa dilalui.
Latar belakang
terciptanya Kampung Budaya Piji Wetan berawal dari keikutsertaan komunitas
budaya di Kota Kretek tersebut dalam program yang digelar oleh Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan.
“ Ternyata Kampung Piji Wetan
mendapat juara dan menerima uang pembinaan sebesar Rp. 50.000.000 maka warga
merasa bertanggung jawab untuk mengembangkan potensi desa setelah menerima dana
tersebut,” tutur Jesy.
Dengan dasar itulah, para
pegiat budaya di desa yang berada di lereng Gunung Muria tersebut membuat
program rutin bulanan dengan materi panggung kesenian, program jurnalistik,
folklore, melestarikan kuliner khas Kudus, keterampilan Ibu ibu, permainan
tradisional anak, taman dolanan dan sebagainya.
“ Ini agak di luar
ekspektasi, karena ternyata berkat program ini, karakteristik asli warga Kampung
Piji Wetan mulai terlihat. Salah satunya adalah kentalnya suasana gotong royong
dan silaturahmi,“ tambah Jesy.
Gotong royong dan
silaturahmi diwujudkan dalam bentuk kesukarelaan warga untuk menyumbangkan
materi maupun tenaga dalam setiap kegiatan. Belum lagi motivasi mereka dengan
aktif dan interaktif dalam setiap momen acara. Tak ada warga yang apatis
terhadap program Kampung Budaya Piji Wetan.
Sementara itu Nur Wahid atau
yang akrab disapa Cak One , yang juga Wakil Ketua Lesbumi NU Demak mengatakan
bahwa sebenarnya Kota Wali merupakan biangnya kebudayaan.
“Siapa yang akan
menyangsikan Sunan Kalijaga sebagai seorang budayawan?” ungkap Cak One secara
retoris.
Diakuinya, Demak adalah
gudangnya potensi budaya. Tiap pelosok desa memiliki folklore yang sudah hidup
ribuan tahun lamanya. Tetapi sayangnya cerita cerita rakyat tersebut belum
digali dan dirumuskan secara konstruktif sehingga terkesan masih terabaikan.
Wakil Ketua DPRD Demak ini
mengharapkan bahwa di masa depan akan bermunculan embrio embrio komunitas
semacam Koruki yang menjadi fasilitator bagi perkembangan budaya di Demak.
“‘Pekerjaan Rumah’ (PR)
kita adalah banyak sekali sanggar seni di Demak tetapi tidak tampil dengan
berani. Mari bersama membangun jejaring agar ada kesadaran berbudaya,“ tutup
Cak One.
Koruki berharap setelah
ada pencerahan dari para narasumber, masing masing dari kita bisa mendukung
terbentuknya desa desa yang sadar budaya.
“Alangkah bahagia jika di
kehidupan kita ini kembali berada di lingkungan berjati diri bangsa dengan
budaya budaya khas yang tentunya tiap tiap desa punya karakteristik budaya
masing masing,” ungkap Kusfitria Marstyasih Ketua Koruki Demak.
Koruki sadar saat ini
kita memang berada di era disrupsi, tetapi mungkin belum terlambat untuk
menyadari bahwa kita punya andil sebagai agen perubahan ke arah jati diri
budaya bangsa sendiri.
”Jangan sampai budaya
adiluhung kita ( yang terlihat dalam lingkup kecil yakni desa) menjadi tergeser
oleh budaya campuran yang tak lagi berkarakter,“ harap Bunda Pipit sapaan akrab
Kusfitria. (bp)
Tidak ada komentar